Selasa, 27 November 2012

Tugas Ke 6 Softskill


CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Pengertian
Kata corporation atau perusahaan telah dipakai dalam bahasa Indonesia yang diartikan sebagai perusahaan, khususnya perusahaan besar. Dilihatdari asal katanya, ”perusahaan” berasal dari bahasa Latin ”corpus/ corpora” yang berarti badan. Dalam sejarah perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan itu merupakan suatu badan hukum yang didirikan untuk melayani kepentingan umum (not for profit), namun dalam perkembangannya justeru menumpuk keuntungan (for profit). (Isa Wahyudi & Busyra Azheri, vii). CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksi dengan stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006) Ada beraneka ragam definisi Corporate Social Responsibility dan sulit diseragamkan. Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Magnan & Farrel (2004) yang mendefinisikan CSR menekankan pada perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggungjawab. Komisi Eropa mendefinisikan CSR adalah suatu konsep yang menunjukkan bagaimana perusahaan secara sukarela memberi kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Makna Ani Marlia (2008) mendefinisikan CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional. Menurut Achda (2006), CSR dapat diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta terus-menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya.  

Manfaat CSR bagi perusahaan
Dalam menjalankan tanggungjawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal yaitu (profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet). Perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan untuk dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya Dengan perolehan laba yang memadai, perusahaan dapat membagi deviden kepada pemegang saham, memberi imbalan yang layak kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh untuk pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, membayar pajak kepada pemerintah, dan memberikan multiplier effect yang diharapkan kepada masyarakat. Dengan memperhatikan masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara perusahaan melakukan aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup umat manusia dalam jangka panjang.
Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan. Dengan menjalankan tanggungjawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan (terutama lingkungan sekitar) dalam jangka panjang.  

Keuntungan bagi perusahaan
CSR dapat memberi banyak keuntungan yaitu :
(1) Peningkatan profitabilitas bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik. Banyak perusahaanperusahaan besar yang mengimplementasikan program CSR menunjukan keuntungan yan nyata terhadap peningkatan nilai saham;
(2) Menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar, karena sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun programprogram pengembangan masyarakat sekitar atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait;
(3) Mampu meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan tersebut yang juga merupakan bagian dari pembangunan citra perusahaan (corporate image building). Social Marketing akan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan brand image suatu perusahaan dalam kaitannya dengan kemampuan perusahaan terhadap komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terhadap volume unit produksi yang terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba perusahaan.

Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR

Perusahaan didirikan dan menjalankan operasionalnya bukan hanya memiliki tanggungjawab ekonomis kepada Pemegang Saham dan tanggungjawab legal kepadaPemerintah, akan tetapi memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat yang merupakan komponen terbesar dalam pertumbuhan perusahaan dengan harapan dapat memberikan pengaruh ekonomi serta dukungan sosial terhadap masyarakat.
Sebagai wujud atas dukungan perusahaan terhadap Program Pemerintah dalam mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat umumnya serta terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan memperdayakan masyarakat, maka PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui implementasi Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan ( Corporate Social Responsibility ) ikut berperan aktif untuk mendorong serta menciptakan kesempatan kerja yang merupakan komitmen perusahaan dalam berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam wujud peningkatan kualitas hidup masyarakat luas.
Kepedulian terhadap lingkungan/komunitas sebagai wujud Corporate Social Responsibility dilaksanakan oleh perusahaan bukan karena Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi trend global, akan tetapi perusahaan memiliki kesadaran tentang pentingnya mempraktekan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian pada stakeholder yang telah memberikan dukungan terhadap kemajuan perusahaan.
Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam pelaksanaan Program Bina Lingkungan bertujuan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN agar masyarakat merasa ikut memiliki serta ikut bertanggungjawab dalam pengamanan asset perusahaan dari berbagai rintangan yang ada. Dengan demikian tercipta iklim yang sehat dan mendorong kondisi saling menguntungkan antara swasta dan Badan Usaha Milik Negara serta memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN.
AKTIVITAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Aktivitas pengelolaan lingkungan meliputi kegiatan memberikan bantuan kepada korban bencana alam, bantuan pendidikan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, bantuan dana sarana dan prasarana umum, perbaikan gedung sekolah dan bantuan dana sarana ibadah, yaitu :

a.) Bantuan kepada Korban Bencana Alam
Pada tanggal 10 November 2010 perusahaan melakukan program Jasindo Peduli Korban Bencana Alam bagi korban Merapi di Jogja Solo dan Gempa Mentawai.

b.) Bantuan Pendidikan dan Pelatihan
Pada tahun 2010 perusahaan melakukan program bantuan pendidikan dan pelatihan.

c.) Bantuan Peningkatan Kesehatan
Pada tanggal 22 Juni 2010 Perusahaan melakukan program peningkatan kesehatan dengan pemeriksaan kesehatan gratis bagi 368 warga perkampungan nelayan Poncol Marunda. Perusahaan juga melakukan Khitanan Massal dengan jumlah peserta khitanan 225 orang pada tanggal 26 Juni 2010.

d.) Bantuan Sarana Ibadah
Pada bulan Februari dan Maret 2010 perusahaan melakukan program perbaikan sarana ibadah baik masjid maupun gereja di Jakarta, Makassar dan Kupang dengan total pembangunan prasarana 6 buah.  

AKTIVITAS PELESTARIAN LINGKUNGAN
Dalam rangka menjaga pelestarian lingkungan (Jasindo Go Green) perusahaan pada tanggal 25 Juni 2010 melakukan program pelestarian alam dengan penanaman pohon bakau di Muara Karang sebanyak 200 batang pohon.

SERTIFIKASI ATAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Sampai saat ini perusahaan belum mendapatkan sertifikasi atas pengelolaan lingkungan.

Sumber

A.B. Susanto. Corporate Social Responsibility.Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007.

http://www.jasindo.co.id/companyprofiles/read_detail/csr/type:1

Minggu, 25 November 2012

Tugas Ke 5

Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Undang - Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan Konsumen itu sendiri adalah orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dankeselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Contoh
Kementerian Kesehatan akhirnya mengumumkan hasil survei 47 merek susu formula bayi untuk usia 0-6 bulan. Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii.Hasil ini berbeda dengan temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi E sakazakii. Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas, kasus susu formula ini telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut perlindungan konsumen. Ini membuktikan bahwa hal-hal menyangkut kepentingan (hukum) konsumen rupanya memang masih miskin perhatian dalam tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam pembangunan ekonomi.

Tanggung Jawab   Produk
Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut strict product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Ini dapat kita lihat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.”

Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasar pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur, seperti adanya perbuatan melawan hukum, adanya unsur kesalahan, kerugian, dan adanya hubungan sebab-akibat yang menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan oleh kesalahan seseorang. Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif. Artinya, untuk memenuhi bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsure tersebut. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Doktrin strict product liability masih tergolong baru dalam doktrin ilmu hukum di Indonesia. Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi dalam doktrin perbuatan melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengonsumsi barang atau jasa, dapat menggugat pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/ penjual ataupun pihak yang memasarkan produk. Ini tergantung dari siapa yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen. Selama ini, kualifikasi gugatan yang masih digunakan di Indonesia adalah wanprestasi (default). Apabila ada hubungan kontraktual antara konsumen dan pengusaha, kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi. Jika gugatan konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort), hubungan kontraktual tidaklah disyaratkan. Bila tidak, konsumen sebagai penggugat harus membuktikan unsur-unsur seperti adanya perbuatan melawan hukum. Jadi, konsumen dihadapkan pada beban pembuktian berat, karena harus membuktikan unsur melawan hukum.

Hal inilah yang dirasakan tidak adil oleh konsumen, karena yang tahu proses produksinya adalah pelaku usahanya. Pelaku usahalah yang harus membuktikan bahwa ia tidak lalai dalam proses produksinya. Untuk membuktikan unsur “tidak lalai” perlu ada kriteria berdasarkan ketentuan hukum administrasi negara tentang “Tata Cara Produksi Yang Baik” yang dikeluarkan instansi atau departemen yang berwenang.

Kedigdayaan Produsen
Berdasarkan prinsip kesejajaran kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen, hal itu mestinya tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi konsumen harus membuktikan semua unsur perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, terhadap doktrin perbuatan melawan hukum dalam perkara konsumen, seyogianya dilakukan “deregulasi” dengan menerapkan doktrin strict product liability ke dalam doktrin perbuatan melawan hukum. Hal ini dapat dijumpai landasan hukumnya dalam pasal 1504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa penjual bertanggung jawab adanya “cacat tersembunyi” pada produk yang dijual.

Menurut doktrin strict product liability, tergugat dianggap telah bersalah (presumption of quality), kecuali apabila ia mampu membuktikan bahwa ia tidak melakukan kelalaian/kesalahan. Seandainya ia gagal membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul risiko kerugian yang dialami pihak lain karena mengonsumsi produknya. Doktrin tersebut memang masih merupakan hal baru bagi Indonesia. Kecuali Jepang, semua negara di Asia masih memegang teguh prinsip konsumen harus membuktikan kelalaian pengusaha.  Sekalipun doktrin strict product liability belum dianut dalam tata hukum kita, apabila perasaan hukum dan keadilan masyarakat menghendaki lain, kiranya berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 1970, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat (living law).

Alhasil, berkait kasus susu formula ada hal yang patut ditarik pelajaran. Ternyata, selama ini yang masih terpampang adalah “kedigdayaan” produsen atau pelaku usaha termasuk pengambil kebijakan. Terlihat, pihak-pihak terkait bersikap defensif dengan seolah menantang konsumen yang merasa dirugikan untuk membuktikan unsur “ada/tidaknya kelalaian/ kesalahan” terhadap sebuah produk.  Padahal, pihak-pihak berwenanglah yang harus membuktikan apakah betul ada kesalahan/kelalaian dalam produknya tersebut.

A.        Hak konsumen adalah:
1.  Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
2.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3.   Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
4.    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang
digunakan.
5.  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.    Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7.    Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8.  Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimanamestinya.
9.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

B.        Kewajiban konsumen adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2.    Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3.    Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4.    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

C.        Hak pelaku usaha adalah :
1.  Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2.    Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa   konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undanganlainnya.

D.        Kewajiban pelaku usaha adalah :
1.    Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4.    Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barangatau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat atau yang diperdagangkan.
6.    Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
7.    Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Sumber

Tugas Ke 4 Softskill


Good Corporate Governance (GCG)

Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaaan istilah. Kelompk negara maju (OECD), misalnya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggungjawab kepada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder lainnya. Karena itu fokus utama disini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness. Beberapa istilah GCG :
·         Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para stakeholder lainnya.
  • Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
  • Suatu prose yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Contoh kasus
Pertama-tama, krisis subprime mortgage ini merupakan hasil dari ketidak hati-hatian dalam melakukan manajemen risiko, sehingga institusi-institusi finansial meloloskan kredit subprime bagi mereka yang sebenarnya tidak layak. Sehingga, ketika suku bunga semakin naik, maka banyak debitur yang tidak bisa membayar, sehingga terjadilah kredit macet dan lonjakan penyitaan rumah.

Sementara itu, sekuritas turunan dari subprime ini, yakni CDO, sekuritas yang dijamin oleh serangkaian pinjaman termasuk subprime, juga dipegang oleh banyak institusi finansial di seluruh dunia. Sehingga ketika pinjaman subprime macet, tentunya ikut berdampak buruk bagi CDO. Dalam kasus ini, ethics dan good corporate governance dipertanyakan, terutama karena kurangnya visi dalam mengelola risiko. Badan rating juga disorot karena memberikan rating bagus padahal sebenarnya tidak demikian kenyataannya.

Selanjutnya kasus Bernard Madoff, yang mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan diri dan mengaku bahwa telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara dengan Rp550 trilyun, yang menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah. Skema penipuan yang dilakukan Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana ia menjanjikan return tertentu bagi investornya. Padahal kenyataannya, investasinya tidak menguntungkan, dan serupa dengan sistem money game atau gali lubang tutup lubang, dimana investor dibayar dengan setoran dari investor baru.

Pihak yang menjadi korban Madoff tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi finansial seperti HSBC, Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang terpaksa menelan kerugian miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi seseorang (Madoff) menjadikan banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko terhadap investasinya.
Kemudian Satyam, yang dijuluki dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan pendapatan yang jauh lebih besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian besar fiktif, serta pengakuan utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan contoh absennya good corporate governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan regulator.

Sementara itu, fenomena Golden Parachutes juga menjadi sasaran kritik, dimana para mantan-mantan CEO yang perusahaannya bermasalah pergi dengan bonus puluhan, bahkan ratusan juta dollar. Padahal, kinerja perusahaan tidak seberapa dibandingkan dengan bonus yang mereka peroleh. Kasus yang baru terkuak adalah John Thain, yang baru saja mengundurkan diri dari posisi CEO Merrill Lynch setelah berbicara dengan CEO Bank of America Kenneth Lewis. Dalam sebuah laporan yang dipublikasikan, sepanjang kepemimpinannya ia menghabiskan $1.2 juta atau sekitar Rp13 milyar hanya untuk mendekorasi ulang kantor. Kerugian Merrill Lynch kuartal IV ini sebesar $15.4 miliar, dan tentunya tindakan John Thain melakukan redekorasi dalam kondisi perusahaan di tengah krisis jelas menyalahi good corporate governance.

Analisis
Menurut saya, banyak pelajaran yang tentunya bisa kita petik. Sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Ketika ethics dan GCG diabaikan, maka tentunya di masa depan akan menghasilkan bencana. Oleh karena itu, dalam menjalankan bisnis sudah seharusnya ethics dan GCG selalu dipegang untuk mencegah tindakan oportunistik yang tidak sejalan dengan kepentingan perusahaan.

Sumber